Kebijakan AI Negara Jepang telah mengambil langkah strategis dalam mengatur kecerdasan buatan. Pemerintah mengesahkan Undang-Undang tentang Promosi Penelitian dan Pengembangan serta Pemanfaatan Teknologi Terkait AI. Undang-undang ini mencerminkan pendekatan unik Jepang. Mereka berupaya mendorong inovasi AI secara maksimal. Di saat yang sama, pemerintah mengelola potensi risiko melalui regulasi yang minim sanksi.
Baca Juga : Satu Dekade Yamaha NMAX: Merajai Pasar Skutik Premium, Tembus 3 Juta Unit!
AI sebagai Fondasi Ekonomi dan Pendekatan Kolaboratif
UU AI Jepang menegaskan bahwa AI adalah teknologi fundamental bagi pembangunan ekonomi dan sosial negara tersebut. Pemerintah merancang kerangka hukum ini untuk lebih menekankan kolaborasi dengan sektor swasta melalui pemanfaatan regulasi yang sudah ada, daripada menciptakan sistem baru yang kaku dan bisa menghambat perkembangan.
Kebijakan AI Negara Jepang
Japan Times melaporkan pada 28 Mei 2025 bahwa UU ini bertujuan mendorong pengembangan AI sekaligus mengatasi risikonya. Dewan Perwakilan Rakyat (majelis tinggi Jepang) telah menyetujui RUU tersebut melalui pemungutan suara mayoritas. Partai Demokrat Liberal sebagai partai penguasa, bersama partai-partai oposisi, memberikan dukungan penuh terhadap pengesahan ini.
Tanpa Sanksi, Namun Tetap Ada Pengawasan
Salah satu aspek paling menarik dari UU ini adalah ketiadaan ketentuan sanksi hukum. Langkah ini diambil dengan pertimbangan kuat agar hukum tidak menghambat laju inovasi teknologi yang pesat. Jepang sangat memahami pentingnya menjaga ruang bagi perkembangan teknologi tanpa beban regulasi yang berlebihan.
Meskipun tidak memuat sanksi langsung, UU ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memberitahu pelaku bisnis jika mereka menggunakan AI dengan cara yang merugikan. Pemerintah juga dapat memberikan panduan tentang cara memperbaiki situasi tersebut.
Menindak Kejahatan AI dengan Hukum yang Ada
Namun, pemerintah Jepang tidak akan membiarkan pelaku kejahatan yang menggunakan AI lolos begitu saja. Mereka secara tegas menyatakan akan tetap memberlakukan hukum positif yang berlaku saat ini, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jepang dan Undang-Undang Hak Cipta.
Pemerintah memiliki wewenang untuk mengungkapkan identitas pelaku kejahatan yang terbukti melanggar data pribadi dan akan menerapkan Undang-Undang Pelindungan Informasi Pribadi dalam kasus tersebut. Ini sejalan dengan prinsip Jepang yang melihat sanksi administratif dan pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).
Pemerintah Jepang merancang UU AI untuk menanggulangi kekhawatiran yang meningkat terhadap penyebaran informasi palsu dan keliru dari alat AI. Dalam kasus kejahatan yang melibatkan AI, pemerintah juga berhak mengungkapkan nama-nama bisnis yang terlibat.
UU ini mengingatkan secara gamblang bahwa penggunaan AI untuk tujuan jahat dapat memfasilitasi kejahatan, kebocoran informasi pribadi, dan pelanggaran hak cipta. Jika pelaku usaha melanggar hak dan kepentingan warga negara dalam insiden serius, pemerintah akan menyelidikinya, memberikan saran dan instruksi, menyampaikan informasi kepada publik, dan mengambil tindakan lain yang diperlukan. Pemerintah juga mengharapkan perusahaan bekerja sama penuh dalam proses tersebut.
Baca Selengkapnya : Kekuatan Baru TNI AL: KRI Brawijaya-320 Mampu Hadapi Serangan Udara