Home / Olahraga / Kontradiksi Manchester United: Prestasi Jeblok, Pendapatan Melesat

Kontradiksi Manchester United: Prestasi Jeblok, Pendapatan Melesat

Kontradiksi Manchester United: Prestasi Jeblok, Pendapatan Melesat

Manchester – Manchester United mungkin mengalami salah satu musim terburuk dalam sejarah mereka di lapangan, namun di luar lapangan, klub ini justru mencatat rekor fantastis. Meski gagal meraih trofi, terpuruk di papan tengah klasemen, dan tersingkir dari kompetisi Eropa, Setan Merah membukukan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah klub.

Baca Juga : Waspada! Segera Perbarui Ponsel Samsung Anda untuk Hindari Serangan Peretas

Rekor Pendapatan di Tengah Masa Sulit
Musim lalu menjadi mimpi buruk bagi Manchester United dari segi olahraga. Pergantian manajer dari Erik ten Hag ke Ruben Amorim tidak membawa perubahan signifikan. MU finis di posisi ke-14, rekor terburuk mereka di era Premier League, dan gagal lolos ke Liga Champions setelah kalah di final Liga Europa. Performa mereka juga tidak membaik di awal musim ini, dengan hanya meraih dua kemenangan dari empat laga liga dan tersingkir secara mengejutkan di Carabao Cup oleh tim divisi empat.

Namun, di tengah-tengah kehancuran di lapangan, ada secercah kabar baik. Menurut laporan ESPN, MU mencatatkan rekor pendapatan sebesar 666,5 juta poundsterling (sekitar Rp 13,1 triliun) untuk musim 2024/2025. Angka ini naik 0,7 persen dari musim sebelumnya.

Faktor-faktor Kunci di Balik Kenaikan Pendapatan
Kenaikan pendapatan yang mencengangkan ini didorong oleh beberapa faktor utama, khususnya dari sisi komersial:

Sponsor dan Komersial: Pendapatan terbesar berasal dari sektor komersial, yang naik 10 persen. Kemitraan dengan Snapdragon sebagai sponsor utama di bagian dada jersey menjadi kontributor terbesar, dengan nilai mencapai 333,3 juta poundsterling (sekitar Rp 6,56 triliun).

Pendapatan Hari Pertandingan: Meski Old Trafford dikenal butuh banyak perbaikan, stadion ini tetap menjadi mesin uang. Pendapatan di hari pertandingan mencapai 160,3 juta poundsterling, naik 17 persen, dan menjadi rekor tertinggi untuk klub Inggris. Hal ini menunjukkan kesetiaan luar biasa dari para penggemar yang terus memadati stadion.

Penjualan Merchandise: Penjualan merchandise klub juga ikut mendongkrak pemasukan, menandakan daya tarik global merek Manchester United yang tidak luntur.

Efisiensi dan Tantangan di Masa Depan
Selain kenaikan pendapatan, MU juga berhasil menekan kerugian dari 113 juta poundsterling menjadi 33 juta poundsterling (sekitar Rp 650 miliar). Pencapaian ini merupakan hasil dari langkah efisiensi besar-besaran yang dilakukan oleh Sir Jim Ratcliffe sejak mengambil alih sebagian kepemilikan klub pada awal tahun 2024. Salah satu langkah kontroversial yang diambil adalah pemecatan banyak karyawan untuk memangkas biaya operasional.

Meski demikian, tantangan besar menanti di depan. Absennya MU dari kompetisi Eropa musim ini diperkirakan akan memotong pendapatan klub, terutama dari hak siar. Ditambah lagi, nilai kontrak dengan sponsor apparel Adidas akan dipangkas sebesar 10 persen.

Namun, CEO MU, Omar Berrada, tetap optimistis. Ia meyakini bahwa klubnya masih akan meraih pemasukan di kisaran 640-660 juta poundsterling di akhir musim ini. “Klub telah menunjukkan ciri khas Manchester United, yakni tangguh. Kami tetap menghasilkan pendapatan rekor di tahun yang penuh tantangan,” ujar Berrada. “Kami akan bekerja keras untuk membuat klub lebih baik di berbagai sektor sepanjang musim 2025/2026.”

Kisah Manchester United ini menunjukkan dualisme yang unik: meskipun performa di lapangan hancur-hancuran, nilai merek dan kekuatan finansial mereka tetap tak tertandingi. Namun, pertanyaan besar yang tersisa adalah, sampai kapan kekuatan finansial ini bisa menutupi kegagalan di lapangan?

Tag: