Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan praktik korupsi terkait jual-beli kuota haji khusus tahun 2024. Dalam proses penyelidikan, terungkap adanya oknum pegawai Kementerian Agama (Kemenag) yang menawarkan ‘uang percepatan’ untuk mendapatkan kuota haji khusus kepada pendakwah Ustaz Khalid Basalamah.
Baca Juga : Kontradiksi Manchester United: Prestasi Jeblok, Pendapatan Melesat
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Menurutnya, Ustaz Khalid Basalamah dan jemaahnya semula telah mendaftar haji jalur furoda pada tahun 2024. Namun, seorang oknum dari Kemenag mendekati mereka dan menawarkan jalur haji khusus yang diklaim resmi.
“Ada oknum dari Kementerian Agama yang menyampaikan, ‘Ustaz, ini pakai kuota haji khusus saja, ini resmi’,” kata Asep pada Kamis (18/9/2025).
Oknum tersebut kemudian meminta ‘uang percepatan’ sebesar USD 2.400 per kuota agar jemaah bisa berangkat di tahun yang sama. Atas permintaan itu, Ustaz Khalid mengumpulkan uang dari jemaahnya dan menyerahkannya kepada oknum tersebut.
Uang Dikembalikan Setelah Isu Korupsi Mencuat
Setelah pelaksanaan haji 2024, berbagai permasalahan muncul hingga dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) Haji di DPR. Situasi ini membuat oknum Kemenag yang terlibat merasa khawatir.
“Karena takut… ada ketakutan dari si oknum ini, kemudian dikembalikanlah uang itu,” jelas Asep. Uang ‘percepatan’ yang sebelumnya diserahkan pun dikembalikan kepada Ustaz Khalid Basalamah.
KPK kemudian menyita uang yang dikembalikan tersebut dari Ustaz Khalid sebagai barang bukti. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa uang tersebut diduga kuat merupakan hasil tindak pidana terkait dugaan korupsi kuota haji 2024.
“Yang pertama, penyitaan barang bukti tersebut diduga terkait ataupun merupakan hasil dari suatu tindak pidana. Artinya, memang keberadaan dari barang-barang itu dibutuhkan oleh penyidik dalam proses pembuktian,” terang Budi pada Selasa (16/9).
KPK Dalami Praktik Jual-Beli Kuota Antar-Travel
Budi Prasetyo juga menambahkan bahwa KPK tidak hanya fokus pada kasus ini, tetapi juga sedang mendalami praktik jual-beli kuota haji khusus yang terjadi antar-biro travel.
“Kami menemukan fakta adanya jual beli kuota khusus antar-travel,” ungkap Budi.
Menurutnya, praktik ini merupakan konsekuensi dari kebijakan kuota tambahan haji yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi, yang kemudian diatur melalui skema 50-50 oleh Kemenag.
“Ini kan suatu rantai yang berkesinambungan dari diskresi kebijakan kemudian sampai dengan pelaksanaan di lapangan,” pungkas Budi. Oleh karena itu, KPK terus menggali informasi terkait dugaan praktik jual-beli kuota haji yang merugikan jemaah.
Poin Pengembangan:
Struktur Lebih Jelas: Artikel dibagi menjadi subjudul yang memudahkan pembaca mengikuti alur cerita, dari pengungkapan kasus, pengembalian uang, hingga pendalaman yang dilakukan KPK.
Penambahan Konteks: Dijelaskan bahwa haji furoda adalah jalur pendaftaran awal Ustaz Khalid dan jemaahnya, yang memberikan konteks mengapa mereka beralih ke haji khusus.
Detail Kronologi: Urutan kejadian diperjelas, dimulai dari tawaran oknum Kemenag, penyerahan uang, hingga pengembalian uang setelah munculnya pansus haji.
Penekanan Istilah Penting: Istilah seperti ‘uang percepatan’, haji furoda, dan ‘jual-beli kuota’ dicetak tebal untuk menyoroti poin-poin utama dalam kasus ini.
Penutup yang Komprehensif: Paragraf penutup merangkum fokus penyelidikan KPK yang tidak hanya pada satu kasus, tetapi juga pada praktik jual-beli kuota yang lebih luas.