Jakarta – Babak baru sengketa dagang antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) terkait komoditas biodiesel kembali mencuat. Setelah Indonesia memenangkan gugatan di tingkat Panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Agustus 2025, UE kini secara resmi mengajukan banding. Langkah ini disesalkan Pemerintah Indonesia karena banding tersebut diajukan ke Badan Banding WTO yang saat ini sedang lumpuh.
Sengketa yang dikenal dengan kode DS618 ini bermula dari tuduhan UE bahwa Indonesia memberikan subsidi ilegal kepada industri biodiesel dalam negeri, yang disebut-sebut menyebabkan kerugian material bagi produsen Eropa. Atas dasar tersebut, sejak November 2019, UE memberlakukan Bea Masuk Imbalan (BMl) sebesar 8% hingga 18% terhadap produk biodiesel asal Indonesia.
Indonesia kemudian mengajukan gugatan ke WTO pada Agustus 2023. Dua tahun berselang, Panel WTO memutuskan memenangkan pihak Indonesia.
Indonesia Sesalkan Banding UE: “Appeal into the Void”
Keputusan UE untuk mengajukan banding menuai kritik dari Pemerintah Indonesia. Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menegaskan bahwa langkah banding ini dinilai tidak relevan karena ditujukan ke Badan Banding yang secara teknis tidak berfungsi (lumpuh), sebuah kondisi yang dikenal sebagai “appeal into the void”.
“Keputusan UE untuk mengajukan banding terhadap putusan Panel Sengketa DS618 tidak relevan. Proses pengambilan keputusan panel telah dilakukan sesuai prosedur, serta dipimpin panelis berpengalaman dan kredibel. Langkah banding ini kurang sejalan dengan semangat penguatan hubungan ekonomi,” ujar Mendag Budi Santoso dalam keterangannya pada Jumat (3/10/2025).
Kelumpuhan Badan Banding WTO ini disebabkan oleh blokade Amerika Serikat terhadap pengisian keanggotaan. Akibatnya, tidak ada kuorum minimum yang diperlukan untuk memproses dan memutuskan kasus banding.
Mendag Budi menilai, meski banding adalah hak prosedural UE, langkah ini dapat dipandang sebagai upaya untuk mengulur waktu dan menghindari pelaksanaan putusan Panel yang memenangkan Indonesia.
“Indonesia mendorong UE untuk bekerja sama secara konstruktif, mengadopsi putusan panel, serta turut mengatasi kelumpuhan sistem penyelesaian sengketa WTO. Selanjutnya, Indonesia akan mengambil langkah strategis untuk mengamankan dan memperluas akses pasar biodiesel ke UE,” pungkasnya.
Tiga Pilar Kemenangan Indonesia
Kemenangan Indonesia di Panel WTO didasarkan pada tiga aspek kunci yang secara efektif mematahkan argumen Komisi Eropa:
Penolakan Klaim Subsidi Harga Rendah: Panel WTO menolak tuduhan UE yang mengklaim Pemerintah Indonesia mengarahkan pelaku usaha untuk menjual minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan baku kepada produsen biodiesel dengan harga rendah. Komisi UE berargumen bahwa arahan ini merupakan bentuk subsidi yang menguntungkan produsen Indonesia.
Bea Keluar Bukan Subsidi: Panel WTO memutuskan bahwa kebijakan Pemerintah Indonesia terkait bea keluar dan pungutan ekspor minyak kelapa sawit tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk subsidi yang dilarang WTO.
Gagal Buktikan Kerugian Material: Komisi UE dinilai gagal membuktikan adanya ancaman kerugian material yang dialami produsen biodiesel di Eropa akibat ekspor dari Indonesia. Panel juga menyatakan Komisi Eropa mengabaikan faktor-faktor lain yang turut memengaruhi dinamika pasar biodiesel di kawasan tersebut.
Kemenangan ini diharapkan dapat memulihkan daya saing biodiesel Indonesia di pasar Uni Eropa, meskipun langkah banding yang “tergantung” ini menimbulkan ketidakpastian baru dalam penyelesaian sengketa dagang global tersebut.