Jakarta – Wacana kenaikan tarif layanan Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta (TransJ) setelah dua dekade beroperasi dengan tarif statis Rp 3.500 mendapat lampu hijau dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nova Harivan Paloh, menyatakan dukungan penuh terhadap potensi kenaikan tarif, dengan menyebut angka Rp 5.000 per orang sebagai batas yang masih dapat diterima dan wajar.
Baca Juga : Christiano Bawa BMW Tabrak Mahasiswa UGM Baca Pleidoi: Saya Tak Larikan Diri
Menurut Nova, keputusan menaikkan tarif adalah langkah logis yang perlu dipertimbangkan Pemprov DKI untuk mengurangi beban subsidi yang membengkak, terutama setelah layanan Transjakarta mengalami perluasan koridor yang signifikan.
Beban Subsidi Triliunan Rupiah
Nova Harivan Paloh menyoroti besarnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang harus dialokasikan Pemprov DKI untuk menopang operasional transportasi publik.
“Kalau berbicara masalah subsidi, seperti kita ketahui bersama, subsidi hampir setiap tahun, khususnya untuk Transjakarta, kan hampir mencapai Rp 4,2 triliun per tahun,” ungkap Nova, Kamis (30/1/2025).
Ia menjelaskan, total alokasi subsidi untuk moda transportasi massal, yang mencakup MRT, LRT, dan Transjakarta, secara keseluruhan mencapai kurang lebih Rp 6 triliun per tahun, di mana beban terbesar ditanggung oleh Transjakarta. Kondisi ini menjadi argumen utama perlunya penyesuaian tarif.
Perluasan Layanan vs. Tarif Statis 20 Tahun
Politisi ini menambahkan bahwa tarif Transjakarta telah stagnan di angka Rp 3.500 sejak terakhir kali dinaikkan dari Rp 2.000 pada tahun 2005. Sementara itu, jangkauan layanan Transjakarta terus meluas, bahkan kini mencakup layanan Transjabodetabek dari Jakarta ke daerah-daerah penyangga seperti Bogor dan Bekasi.
“Koridornya sudah bertambah, bahkan sudah sampai dengan Transjabodetabek, dari Bogor ke Jakarta, maupun dari Bekasi ke Jakarta, itu tetap Rp 3.500,” katanya.
Nova menilai bahwa dengan bertambahnya jarak tempuh dan biaya operasional, penyesuaian tarif menjadi suatu keharusan yang didasarkan pada kajian kelayakan.
Angka Rp 5.000 Dinilai Wajar dan Relevan
Menanggapi besaran kenaikan, Nova secara spesifik menyebutkan bahwa tarif Rp 5.000 per penumpang masih dalam batas kewajaran jika dibandingkan dengan harga kebutuhan lain, termasuk bahan bakar.
“Memang kalau misalnya segitu sih (Rp 5.000) saya rasa wajar lah ya. Kalau misalnya, kita hitung dari kita naik Transjakarta pun, dari beberapa kilometer pun istilahnya kan tetap statis ya, dengan Rp 3.500. Kalau bensin saja seliternya sekarang sudah berapa? Rp 13 ribu ya kan. Ini kalau misalnya dengan Rp 5.000, saya rasa masih batas kewajaran,” tegasnya.
Mekanisme Subsidi Silang dan Fasilitas Gratis
Lebih lanjut, Nova mengaitkan wacana kenaikan tarif ini dengan fasilitas yang sudah dinikmati oleh masyarakat tertentu. Ia melihat kenaikan tarif ini dapat berfungsi sebagai mekanisme subsidi silang, terutama mengingat adanya 15 golongan masyarakat yang saat ini sudah menikmati fasilitas Transjakarta secara gratis.
“Kalau misalnya dinaikkan Rp 5 ribu, kita kan sudah ada 15 golongan subsidi transportasi kan, yang gratis. Nah itu kan sebagai istilahnya jalan keluar juga kan. Istilahnya ada 15 golongan yang gratis ini, tapi kita istilahnya kan ada subsidi silang di sana,” jelasnya.
Respon Gubernur: Usulan Berada di Kisaran Rp 5.000 hingga Rp 7.000
Sementara itu, Gubernur Jakarta Pramono Anung mengonfirmasi bahwa Pemprov DKI terus menampung aspirasi masyarakat terkait tarif baru. Gubernur menyebut bahwa masukan yang diterima sejauh ini mengusulkan kenaikan tarif berada di kisaran Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per penumpang.
“Saya juga mendengar rata-rata mereka mengusulkan di media saya itu Rp 5.000 hingga Rp 7.000. Tetapi kami akan memutuskan sesuai apa yang menjadi kemampuan masyarakat,” ujar Pramono Anung, mengindikasikan bahwa keputusan akhir akan mempertimbangkan daya beli masyarakat Jakarta.
Penetapan tarif baru ini diharapkan dapat menyeimbangkan antara keberlanjutan operasional Transjakarta yang berjangkauan luas dan ketersediaan layanan transportasi publik yang tetap terjangkau bagi mayoritas warga Ibu Kota.
