Jakarta – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya telah membuka posko pengaduan khusus bagi para korban dugaan penipuan yang dilakukan oleh Wedding Organizer (WO) Ayu Puspita. Hingga saat ini, skala kasus penipuan tersebut menunjukkan angka yang masif, baik dari jumlah aduan maupun total kerugian finansial.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, mengonfirmasi bahwa jumlah aduan yang masuk melalui posko tersebut terus bertambah. “Hingga Kamis (11/12/2025), sudah tercatat 171 pengaduan yang masuk ke Polda Metro Jaya,” kata Budi kepada wartawan.
Detail Kerugian dan Status Hukum Tersangka
Kombes Budi Hermanto menjelaskan bahwa penyidikan yang sedang berjalan didasari pada kerugian yang dialami oleh 93 korban WO Ayu Puspita. Total kerugian akumulatif dari 93 korban tersebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp 6.902.624.500 (hampir Rp 7 miliar).
Polda Metro Jaya memastikan bahwa posko pengaduan akan tetap dibuka dan melayani masyarakat hingga seluruh proses penyidikan kasus ini rampung.
Dalam perkembangan kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan lima tersangka dengan inisial A, D, B, H, dan R. Kelima tersangka tersebut saat ini telah ditahan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Modus Operandi: Janji Harga Murah
Modus operandi yang digunakan oleh WO Ayu Puspita diduga melibatkan penawaran jasa pernikahan dengan harga yang jauh lebih kompetitif atau melalui skema promo yang menarik perhatian calon pengantin.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Utara, Kompol Onkoseno Sukahar, yang turut menangani kasus ini, menjelaskan bahwa tersangka memanfaatkan daya tarik harga yang murah.
“Ya, promo-promo itu yang juga merupakan salah satu modus yang dilakukan oleh Tersangka. Memberikan promo dengan harga yang lebih murah. Pada kenyataannya, jasa yang dijanjikan tidak terlaksana,” kata Onkoseno pada Selasa (9/12).
Diperkirakan, praktik penipuan yang dilakukan oleh Ayu Puspita (PT Ayu Puspita Sejahtera) telah berlangsung sejak awal tahun 2024 dan berlanjut sepanjang tahun 2025, menargetkan banyak pasangan yang merencanakan pernikahan. Skala kasus ini menyoroti kerentanan masyarakat terhadap janji layanan berharga rendah, terutama dalam industri jasa pernikahan yang memiliki sensitivitas tinggi.
