Jakarta – Fenomena henti jantung mendadak (sudden cardiac death) yang menimpa individu saat sedang berolahraga menjadi perhatian serius di dunia medis. Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dari Siloam Hospitals TB Simatupang, dr. Budi Ario Tejo, SpJP-FIHA, mengidentifikasi bahwa gangguan irama jantung atau aritmia merupakan pemicu utama kematian mendadak tersebut.
Baca Juga : WNA Asal China Berupaya Selundupkan Serbuk Nikel Ilegal, Tertangkap Tangan di Bandara Khusus IWIP
“Sebagian besar kasus henti jantung mendadak dipicu oleh gangguan irama jantung. Kondisi ini sangat berbahaya karena bisa menimpa siapa saja, termasuk mereka yang secara fisik terlihat sangat sehat,” jelas dr. Budi dalam sebuah diskusi medis di Jakarta Barat, Sabtu (6/12/2025).
Aritmia Tidak Mengenal Batas Usia
Mitos bahwa gangguan jantung hanya menyerang kelompok lanjut usia kini mulai terbantahkan. dr. Budi mengungkapkan bahwa aritmia dapat menyerang berbagai rentang usia, mulai dari usia produktif hingga remaja.
“Kami menemukan pasien aritmia di usia 18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan irama jantung tidak mengenal batas usia,” tambahnya. Oleh karena itu, kesadaran akan kesehatan jantung harus dimulai sejak dini, bukan hanya saat memasuki usia tua.
Pemanfaatan Teknologi untuk Deteksi Dini
Mengingat sifatnya yang sering muncul tanpa peringatan, dr. Budi menyarankan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan jantung secara berkala. Di era digital saat ini, masyarakat juga dapat memanfaatkan perangkat pelacak kesehatan seperti smartwatch, smartring, atau smartband sebagai langkah pemantauan awal secara mandiri.
“Penggunaan smartwatch sangat disarankan untuk memantau irama jantung sehari-hari secara otomatis. Perangkat ini cukup akurat untuk memberikan indikasi awal apakah irama jantung kita normal atau mengalami anomali,” ungkapnya.
Penanganan dan Langkah Preventif
dr. Budi menegaskan bahwa aritmia masih dapat ditangani jika sumber gangguan irama tersebut ditemukan melalui diagnosa yang tepat. Namun, pencegahan tetap menjadi langkah yang paling krusial.
Khusus bagi generasi muda yang cenderung merasa dalam kondisi fit dan sering mengabaikan gejala kecil, dr. Budi memberikan beberapa rekomendasi gaya hidup sehat untuk meminimalisir risiko gangguan jantung:
- Aktivitas Fisik Rutin: Menghindari gaya hidup sedenter atau “mager” (malas gerak) dengan rutin berolahraga.
- Manajemen Stres: Mengelola beban psikologis agar tidak berdampak negatif pada detak jantung.
- Hindari Zat Berbahaya: Berhenti mengonsumsi rokok konvensional maupun rokok elektrik (vape).
- Istirahat Berkualitas: Memastikan kecukupan waktu tidur untuk pemulihan fungsi jantung yang optimal.
Dengan menerapkan pola hidup sehat dan rutin melakukan pemantauan, risiko henti jantung mendadak dapat ditekan, sehingga aktivitas olahraga dapat memberikan manfaat kesehatan maksimal tanpa membahayakan nyawa.
