Home / Hiburan / Memutar Musik, Membayar Royalti: PHRI dan LMKN Perketat Pengawasan di Bali Pasca Kasus Mie Gacoan

Memutar Musik, Membayar Royalti: PHRI dan LMKN Perketat Pengawasan di Bali Pasca Kasus Mie Gacoan

Memutar Musik, Membayar Royalti: PHRI dan LMKN Perketat Pengawasan di Bali Pasca Kasus Mie Gacoan

Royalti Musik di Bali – Kasus hukum yang menimpa jaringan restoran Mie Gacoan menjadi sorotan tajam terkait royalti musik di ruang publik. Peristiwa ini mendapat perhatian serius dari industri perhotelan dan restoran di Bali. Berdasarkan kejadian tersebut, PHRI Kabupaten Badung kembali mengingatkan seluruh anggotanya. Pengingat ini ditujukan kepada hotel, kafe, restoran, hingga tempat hiburan. Mereka diminta untuk tidak mengabaikan kewajiban pembayaran royalti musik sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Baca Juga : Gugatan Hak Identitas Anak Lisa Mariana: Hakim Kabulkan Intervensi Pria yang Mengaku Ayah Biologis

Melihat kasus Mie Gacoan, saya mengimbau seluruh pengelola hotel, restoran, dan kafe anggota PHRI. Imbauan ini khususnya ditujukan kepada anggota BPC PHRI Badung. Mereka diminta untuk segera menunaikan kewajiban pembayaran royalti. Hal itu ditegaskan oleh I Gede Ricky Sukarta, Sekretaris Badan Pengurus Cabang PHRI Badung.

Royalti Musik di Bali Landasan Hukum dan Kewajiban yang Mengikat

Sukarta menjelaskan bahwa kewajiban membayar royalti atas pemanfaatan produk seni, termasuk musik, telah diatur undang-undang. Aturan tersebut berlaku secara jelas di Indonesia. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap regulasi ini adalah hal yang mutlak. Semua pengelola usaha yang tergabung dalam PHRI wajib mematuhinya. Kewajiban ini berlaku di tingkat Bali maupun Kabupaten Badung.

“Ini adalah bagian dari kewajiban dan konsekuensi sebagai anggota organisasi. Kami harus taat asas bernegara agar tidak bermasalah di kemudian hari, terutama dengan pihak kepolisian seperti Polda Bali,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sukarta juga menegaskan bahwa kewajiban pembayaran royalti musik ini berlaku bahkan bagi pengelola usaha yang baru bergabung dengan PHRI. Jika sebuah usaha bergabung pada tahun tertentu, maka kewajiban pembayaran royalti dimulai pada tahun berikutnya. “Jika baru bergabung, dan kemudian menerima tagihan invoice, bayar saja. Tidak peduli apakah bergabung sebelum atau sesudah pandemi COVID-19, kewajiban ini tetap berlaku,” imbuhnya.

Penindakan Tegas Menanti Pelaku Usaha yang Membandel

Sementara itu, dari pihak Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun selaku ketuanya, mengungkapkan bahwa masih banyak pelaku usaha di Bali yang belum memenuhi kewajiban pembayaran lisensi menyeluruh (blanket license) terkait penggunaan musik di ruang publik.

“Kami sudah memiliki daftar gerai di Bali yang akan segera kami laporkan. Jumlahnya puluhan, meliputi kafe, restoran, tempat karaoke, dan bahkan hotel-hotel, termasuk yang berbintang tiga hingga lima,” ungkap Dharma. Ironisnya, beberapa di antaranya adalah hotel-hotel besar yang berafiliasi dengan merek atau franchisor internasional. “Banyak hotel berbintang tiga hingga lima, baik milik Indonesia maupun pemilik merek asing di Bali, yang terbukti memutar musik tanpa membayar lisensi. Kami sudah mengantongi daftarnya dan akan segera memproses hukumnya,” tegas Dharma.

Dharma menekankan bahwa rencana pelaporan ini bukanlah tindakan yang mendadak atau tanpa dasar. LMKN telah secara aktif melakukan sosialisasi intensif dan bahkan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PHRI Bali.

“Kami sudah melakukan sosialisasi pada Hari Anti Korupsi Sedunia beberapa waktu lalu. MoU dengan PHRI Bali juga sudah ditandatangani, disaksikan langsung oleh KPK. Jadi, tidak ada alasan bagi pelaku usaha untuk tidak tahu atau tidak mematuhi,” pungkas Dharma, menegaskan keseriusan LMKN dalam menindak pelanggaran hak cipta musik ini.

Fenomena ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pelaku usaha yang menggunakan musik di ruang publik bahwa hak cipta bukanlah isu sepele. Kepatuhan terhadap regulasi pembayaran royalti adalah wujud penghargaan terhadap para pencipta dan pemilik karya musik, sekaligus menghindari konsekuensi hukum yang serius.