Mojokerto — Kasus pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh Alvi Maulana (24) terhadap kekasihnya, Tiara Angelina Saraswati (25), mengejutkan publik karena tingkat kekejiannya yang tak biasa. Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Fauzy Pratama, mengungkap bahwa pelaku tidak hanya membunuh, tetapi juga memutilasi jasad korban hingga menjadi 54 bagian, suatu tindakan yang menurutnya memiliki keunikan mendalam dari sisi psikologi.
Baca Juga : Agar Nggak Boncos, Ini Aturan Ideal Biaya Sewa Kontrakan
Menurut Fauzy, kasus ini berbeda dari kasus mutilasi lainnya di mana motif utamanya adalah kebencian yang mendalam. Dalam kasus ini, pelaku justru mengalami kondisi psikologis unik yang memicu tindakan sadis tersebut.
Anomi: Ketika Norma Moral Menghilang
Untuk menganalisis tindakan Alvi, AKP Fauzy merujuk pada Teori Anomi yang dicetuskan oleh sosiolog ternama, Emile Durkheim. Anomi diartikan sebagai “keadaan tanpa norma” atau normlessness, di mana aturan moral dan sosial yang biasanya mengikat individu menjadi lemah dan tidak lagi relevan.
Fauzy menjelaskan bahwa setelah Alvi membunuh Tiara, ia mengalami tekanan psikologis yang luar biasa, syok, dan stres berat. Dalam kondisi inilah, rasa kemanusiaan dan norma moralnya seakan menghilang, memicu serangkaian tindakan tak terduga.
Dehumanisasi: Menghilangkan Sisi Kemanusiaan Korban
Tindakan Alvi memutilasi Tiara hingga 54 bagian dijelaskan melalui konsep dehumanisasi. Teori yang dikembangkan oleh Philip Zimbardo dan Herbert Kelman ini merujuk pada proses di mana seseorang secara sadar atau tidak sadar menekan atau menghilangkan rasa kemanusiaan, nilai moral, dan nilai agama dalam dirinya.
Menurut Fauzy, Alvi melakukan tindakan ini bukan karena kebencian, melainkan untuk tujuan praktis: menghilangkan barang bukti. Dalam kondisi anomi dan dehumanisasi, korban tidak lagi dipandang sebagai manusia, melainkan sebagai objek yang harus dihilangkan. Itulah sebabnya Alvi tega memperlakukan jasad Tiara dengan cara yang tidak manusiawi.
Pasangan ini diketahui telah menjalin hubungan selama sekitar lima tahun. Alvi berasal dari Rantau Utara, Labuhanbatu, Sumatera Utara, sedangkan Tiara dari Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Analisis dari pihak kepolisian ini memberikan perspektif baru tentang motif di balik kejahatan yang sangat sadis, menunjukkan bahwa faktor psikologis bisa menjadi pemicu utama, bukan hanya emosi seperti kemarahan atau kebencian.